Kelompok 7 - Makalah ISD
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ilmu Sosial Dasar
Yang diampu oleh WIDIYARSIH
Disusun oleh:
Kelompok 7
Afrian Deva Pratama (10121057)
Azkhal Zavier (10121237)
Muhamad Raffi (10121886)
Muhammad Rifdha Riza Pratama (10121917)
PRODI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DASAR
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU
KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bencana Lumpur Lapindo
merupakan fenomena meluapnya semburan lumpur dari perut bumi yang terjadi di
Sidoarjo. Davies (2008, dikutip dari journal Anton Novenanto 2010) sejak 26 Mei
2006, lumpur panas menyembur ke permukaan bumi di Porong, Sidoarjo. Ada geolog
yang menyatakan semburan itu merupakan hasil dari aktifitas sebuah perusahaan
minyak yang sedang melakukan eksplorasi di situ, Lapindo Brantas Inc. Semburan
air dan lumpur yang terjadi menjadi polemik yang cukup kompleks hingga saat
ini. Terlepas dari penyebabnya yang menjadi kontroversi, Lumpur Lapindo menghadirkan
impact yang cukup komplit. Sampai saat ini usaha pemerintah dan Lapindo belum
menunjukkan keberhasilan untuk menghentikan semburan atau mengelola dampak
sosial dan lingkungan dari luberan lumpur itu.
Sebelum lumpur
menyembur, kabupaten Sidoarjo merupakan wilayah yang relatif stabil,
ditunjukkan dengan minimnya gerakan sosial 2 politik atau konflik skala besar
di wilayah ini. Sidoarjo yang terletak diantara Surabaya dan Gempol, menjadi
tulang punggung transportasi Jawa Timur, yang kemudian dipatahkan oleh luberan
lumpur sehingga dampaknya sangat besar bagi perekonomian Jawa Timur karena
menghambat laju distribusi logistik dan barang ekspor-impor yang melalui ruas
Porong-Gempol.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan
masalah peneliti yakni bagaimana usaha pemerintah mengatasi masalah lumpur
lapindo dan belum menunjukkan hasil dan mengelola dampak social dan lingkungan
dari luberan lumpur itu.
C.
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai dampak sosial dan sikap pemerintah dari kasus lumpur lapindo.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara Terminologi dan Etimologi
Anton
Novenanto (2010) menyebutkan, Lumpur panas adalah fenonema alam yang konkret
ada secara fisik dan kehadirannya itu mengganggu fungsi -fungsi rutin dalam
suatu komunitas, yang oleh karenanya bisa disebut sebagai bencana. Dalam Kasus
Lapindo, struktur sosial masyarakat ternyata tidak cukup kuat untuk menormalkan
kembali kehidupan sosial dalam masyarakat. Negara sebagai salah satu contoh
struktur sosial ternyata justru tidak bisa bersikap tegas terhadap perusah aan
yang diduga menjadi sumber bencana ini, pun badan penanggulangan lumpur
Sidoarjo (BPLS) yang dibentuk pemerintah untuk menangani bencana ini ternyata
tidak bisa berjalan secara efektif
Kondisi
serupa juga ditampilkan dalam usaha civil society yang bergerak saling tumpang
tindih dan tak terkoordinasi, sehingga bukannya meringankan penderitaan 16
korban namun justru menambah penderitaan para korban. Tentang proses sosial
dalam bencana lumpur panas ini, ditemukan bahwa pada satu sisi bencana ini
menjadi momentum yang mengikat solidaritas dalam masyarakat, yaitu pembentukan
kelompok-kelompok sosial yang mengorganisir korban untuk mendapatkan
kompensasi. Namun, pada sisi lain, bencana diyakini juga dapat memicu munculnya
konflik sosial, yaitu terpecah-pecahnya masyarakat dalam kelompok -kelompok
sosial
Menurut
Suryandaru, identitas penamaan masalah semburan lumpur menggunakan nama lokasi
seperti lumpur Sidoarjo (Lusi), ada beberapa identitas lain yang digunakan.
Pusat Informasi Kompas (PIK), misalnya, menggunakan kata kunci lumpur panas
dalam mesin pencarinya. Kata ini terasa lebih netral, akan tetapi tidak cukup
merujuk pada kasus spesifik di Porong, Sidoarjo karena ditemukan kejadian
lumpur panas di tempat lain (seperti di Brunei Darussalam)
B. Pembahasan
Rumusan Pembahasan Pertama
Bencana Lumpur Lapindo merupakan fenomena meluapnya
semburan lumpur dari perut bumi yang terjadi di Sidoarjo. Davies (2008, dikutip
dari journal Anton Novenanto 2010) sejak 26 Mei 2006, lumpur panas menyembur ke
permukaan bumi di Porong, Sidoarjo mencatat : ekplorasi gas oleh PT Lapindo
Brantas Inc. Di desa Siring, kecamatan Porong, berujung pada munculnya
gelembung H²S di permukaan bumi.
Semburan air dan lumpur yang terjadi menjadi polemik
yang cukup kompleks hingga saat ini. Terlepas dari penyebabnya yang menjadi
kotroversi, Lumpur Lapindo menghadirkan impact yang cukup komplit salah satunya
perubahan sosial yang terjadi dan banyak institusi sosial yang bubar, demikian
juga praktik-praktik sosial yang terjadi di desa yang tenggelam itu.
C. Pembahasan
Rumusan Pembahasan Kedua
Penyebab terjadinya semburan lumpur panas masih
menjadi perdebatan dan belum diperoleh kepastiannya. Ada dua teori yang
dikemukakan oleh pihak Lapindo terkait hal ini. Pertama, semburan lumpur
terjadi lantaran kesalahan prosedur saat pengeboran. Kedua, lumpur panas
menyembur secara kebetulan saat pengeboran, tapi penyebabnya belum diketahui.
Di
luar dua teori itu, muncul hipotesis lainnya ihwal dugaan penyebab semburan
lumpur ini, yaitu terkait dengan proses panas bumi, bisa pula dipicu gempa bumi
berkekuatan 5,9 Skala Richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada
27 Mei 2006, hanya berselang dua hari sebelum Sidoarjo tersembur lumpur.
D. Pembahasan Rumusan Pembahasan Ketiga
Berdasarkan beberapa pendapat
ahli lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak tempat di sekitar Jawa
Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura,
"gunung" lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bledug Kuwu). Fenomena ini
sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Jumlah lumpur di
Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik per hari, yang
tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pengeboran" selebar
30 cm. Dan akibat pendapat awal dari Wahana Lingkungan Hidup.
Indonesia maupun Kementerian
Lingkungan Hidup Indonesia yang mengatakan lumpur di Sidoarjo ini
berbahaya, menyebabkan dibuat tanggul di atas tanah milik masyarakat, yang
karena volumenya besar sehingga tidak mungkin menampung seluruh luapan lumpur
dan akhirnya menjadikan lahan yang terkena dampak menjadi semakin luas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa:
1. Lumpur
panas adalah fenonema alam yang konkret ada secara fisik dan kehadirannya itu
mengganggu fungsi -fungsi rutin dalam suatu komunitas, yang oleh karenanya bisa
disebut sebagai bencana.
2. Terpecah-pecahnya
masyarakat dalam kelompok -kelompok social.
3. Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang dibentuk pemerintah untuk menangani
bencana ini ternyata tidak bisa berjalan secara efektif.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat
diberikan oleh penulis terkait dengan pembahasan di atas adalah:
1. Pemerintah seharusnya bisa menjadi lebih aktif, efisien dan paham
mengenai kasus ini.
2. Untuk masyarakat seharusnya bisa lebih paham mengenai keadaan sesama
dengan saling membantu, bukan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. CNN : Menilik
Kronologis Tragedi 13 Tahun Lumpur Lapindo (cnnindonesia.com)
2. Eprints.umm.ac.id : shorturl.at/xNPV3
3. Tirto : Sejarah
Lumpur Lapindo dan Urusan Ganti Rugi yang Belum Tuntas (tirto.id)
4. Wikipedia : Banjir lumpur panas Sidoarjo - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Komentar
Posting Komentar